Entri Populer

Minggu, 19 Juni 2011

MANAJEMEN SDM


PENGENALAN, PENEMPATAN DAN PEMBERHENTIAN

Pengenalan, Penempatan dan pemberhentian merupakan tiga teori pokok di dalam Manajemen SDM. Hal ini berkaitan dengan fungsi pengadaan tenaga kerja dan pemutusan hubungan kerja. Pengenalan, penempatan dan pemberhentian meliputi pengenalan suatu pekerjaan melalui orientasi bagi karyawan baru, penempatan yang dilanjutkan dengan promosi-mutasi-rotasi-transfer-demosi, job-post program.

A.    PENGENALAN (ORIENTATION)
Setiap karyawan/pegawai yang tergabung dalam sebuah lingkungan kerja harus melewati proses pengenalan (orientasi). Orientasi  atau pengenalan kerja dilakukan agar karyawan/pegawai yang baru direkrut dapat mengenal dan mengetahui apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
Menurut Gary Dessler (2003), Orientasi (pengenalan) karyawan adalah prosedur untuk memberikan kepada karyawan baru tentang perusahaan itu.
Proses pengenalan berhubungan dengan pemberian informasi awal kepada karyawan / pegawai mengenai lingkungan kerja, tujuan organisasi/perusahaan, prestasi dan lain – lain, sehingga mereka dengan bias menyesuaikan diri dan cepat memberikan kontribusi kepada perusahaan/organisasi.
Inti dari program orientasi/pengenalan ialah bagaimana membuat karyawan/pegawai mengetahui visi dan misi perusahaan/organisasi sehingga mereka dapat menerjemahkan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab mereka. Kemudian bagaimana memberikan informasi tentang aturan rutinitas yang berlaku dalam organisasi/perusahaan.
Ukuran kualitatif yang harus dipenuhi sebagai dasar penilaian dari proses pengenalan/orientasi antara lain :
Ø  Karyawan/pegawai harus merasa diterima dan nyaman.
Ø  Karyawan/pegawai  memahami organisasi/perusahaan dalam makna luas.
Ø  Karyawan/pegawai mengetahui apa yang diharapkan organisasi/perusahaan dalam hal pekerjaan dan perilaku.
Ø  Karyawan/pegawai mulai menyesuaikan diri dengan cara organisasi/perusahaan bertindak dalam melakukan banyak hal.

B.     PENEMPATAN
1.      Pengertian Penempatan
Karyawan/pegawai yang selesai mengikuti program seleksi harus segera mendapatkan tempat/posisi pekerjaan sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Inilah fungsi dari Placement atau penempatan pegawai/karyawan dalam Manajemen Sumber Daya Manusia.
Penempatan (placement) berarti mengalokasikan karyawan/pegawai pada posisi kerja tertentu. Penempatan juga merupakan penugasan/pengisian jabatan atau penugasan kembali pada tugas/jabatan baru atau jabatan berbeda.

2.      Syarat – Syarat Penempatan
Syarat – syarat sebagai bahan informasi kepada seorang manejer dalam mengambil keputusan penerimaan dan penempatan seorang pekerja antara lain :
a.       Informasi analisis jabatan, yang memberikan diskripsi jabatan, spesifikasi jabatan dan standar – standar prestasi yang disyaratkan setiap jabatan.
b.      Rencana – rencana sumber daya manusia, yang memberikan informasi kepada manejer tentang tersedia/tidaknya lowongan dalam organisasi/perusahaan.
c.       Keberhasilan fungsi rekrutmen, yang akan menjamin manejer bahwa tersedia sekelompok orang yang akan terpilih.

3.      Jenis Penempatan
Ada tiga jenis penempatan, antara lain adalah :
a.       Promosi
Promosi terjadi apabila seorang pegawai/karyawan dipindahkan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan yang lain yang lebih tinggi dalam pembayaran, tanggung jawab dan atau level umumnya diberikan penghargaan.
Ada beberapa model promosi antara lain :
Ø  Model Sistem Merit (merit based promotion) yaitu promosi dilakukan berdasarkan kinerja individu.
Ø  Model Peter Principle (prinsip peter) yang menyatakan bahwa secara hirakri manusia cenderung untuk terus meningkatkan tingkat kompetensinya.
Ø  Model Promosi system senioritas yaitu dengan mempromosikan senior/karyawan yang paling lama bekerja terlebih dahulu.
b.      Transfer
Transfer terjadi kalau ada seorang karyawan/pegawai dipindahkan dari suatu bidang tugas ke bidang tugas yang lainnya dengan tingkatannya hamper sama. Pemindahan pada umumnya dimaksudkan menempatkan pada tempat yang tepat dengan maksud agar karyawan/pegawai yang bersangkutan memperoleh suasana baru dan atau kepuasan kerja setinggi mungkin dan dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi.

c.       Demosi
Demosi adalah lawan dari promosi. Demosi (penurunan) merupakan pemindahan seseorang ke jabatan yang lebih rendah dalam suatu organisasi/perusahaan.
Demosi sangat jarang terjadi karena akan menimbulkan efek negatif bagi moral karyawan/pegawai. Demosi bias terjadi bila pasar kerja lebih besar dari pada permintaan tenaga kerja.
C.     PEMBERHENTIAN
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 mengartikan bahwa Pemberhentian atau Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pengusaha.
Sedangkan menurut Moekijat mengartikan bahwa Pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerjas seseorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan.

Melayu SP. Hasibuan menyebutkan beberapa alasan karyawan diberhentikan dari perusahaan.
1.      Undang-udang
Undang-undang dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentikan dari suatu perusahaan, antara lain anak-anak karyawan WNA, karyawan yang terlibat organisasi terlarang.
2.      Keinginan perusahaan
Keinginan perusahaan memberihentikan karyawan ini disebabkan
a.       Karyawan tidak mampu mengerjakan pekerjaannya.
b.      Perilaku dan kedisiplinannya kurang baik.
c.       Melanggar peraturan dan tata tertib perusahaan.
d.      Tidak dapat bekerja sama dan konflik dengan karyawan lainnya.
e.       Melakukan tindakan amoral dalam perusahaan.
3.      Keinginan Karyawan
a.       Pindah ke tempat lain untuk mengurus orang tua
b.      Kesehatan yang kurang baik
c.       Untuk melanjutkan pendidikan
d.      Untuk bewirausaha
e.       Bebas jasa terlalu rendah
f.       Mendapat pekerjaan yang lebih baik
g.      Suasana dan lingkungan pekerjaan yang kurang serius
h.      Kesempatan promosi yang tidak ada
i.        Perlakukan yang kurang adil
4.      Pensiun
Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah mencapai batas usia dan masa kerja tertentu. Usia kerja seseorang karyawan untuk setatus kepegawaian adalah 55 tahun atau seseorang dapat dikenakan pensiun dini, apabila menurut keterangan dokter, karyawan tersebut sudah tidak mampu lagi untuk bekerja dan umurnya sudah mencapai 50 tahun dengan masa pengalaman kerja minimal 15 tahun.
5.      Kontrak Kerja Berakhir
Beberapa perusahaan sekarang ini banyak mengadakan perjanjian kerja dengan karyawanya di dalam sutau kontrak dimana di dalamnya, disebutkan masa waktu kerja atau masa kontraknya. Dan ini alasan juga tidak dilakukan pemutusan hubungan kerja apabila kontrak kerja tersebut di perpanjang.
6.      Meninggal dunia
7.      Perusahaan dilikudasi
Dalam hal perusahaan dilikuidasi masalah pemberhentian karyawan diatur dengan peraturan perusahaan, perjanjian bersama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menentukan apakah benar atau tidak perusahaan dilikuidasi atau dinyatakan bangkrut harus didasarkan kepada peraturan perundang-undasngan.

Proses Pemberhentian
Dalam pemberhentian karyawan, apakah yang sifatnya kehendak perusahaan, kehendak karyawan maupun karena undang-undang harus betul-betul didasarkan kepada peraturan, jangan sampai pemberhentian karyawan tersebut menibulkan suatu konflik suatu konflik atau yang mengarah kepada kerugian kepada dua belah pihak, baik perusahaan maupun karyawan.
Adapun beberapa cara yang dilakukan dalam proses pemberhentian karyawan:
1.      Bila kehendak perusahaan dengan berbagai alasan untuk memberhentikan dari pekerjaannya perlu ditempuh terlebih dahulu:
a.       Adakan musyawarah antara karyawan dengan perusahaan.
b.      Bila musyawarah menemui jalan buntu maka jalan terakhir adalah melalui pengadilan atau instansi yang berwenang memutuskan perkara.
2.      Bagi karyawan yang melakukan pelanggaran berat dapat langsung diserahkan kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut tanpa meminta ijin lebih dahulu kepada Dinas terkait atau berwenang.
3.      Bagi karyawan yang akan pensiun, dapat diajukan sesuai dengan peraturan. Demikian pula terhadap karyawan yang akan mengundurkan diri atau atas kehendak karyawan diatur atas sesui dengan paraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan.












MAKALAH SISTEM ADMINSTRASI NEGARA INDONESIA


KATA PENGANTAR

Puji syukur keharibaan Allah SWT atas limpahan rahmat kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini yang berjudul “ SISTEM ADMINISTRASI NEGARA YANG BERCIRIKAN GOOD GOVERNANCE” sebagaimana ditugaskan Oleh Dosen Mata Kuliah SISTEM ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA sebagai salah satu tugas penunjang nilai akhir semester.
Ucapan terima kasih kepada teman-teman sekelompok yang telah bekerja sama dengan baik sehingga berbagai referensi kami dapatkan untuk menunjang pembuatan makalah ini. Makalah kami ini berbicara tentang Sistem Administrasi yang bercirikan Good Gavernance sebagaimana menjadi impian kita tentang sebuah Negara yang mempunyai sistem administrasi yang bebas dari kepentingan perorangan/kelompok, terbuka terhadap masyarakat, serta ada sebuah pelayanan yang baik dan bersih dari KKN.
Semoga makalah ini dapat menambah khasanah pengetahuan kita dalam membangun negeri ini. Pengetahuan untuk membuat kita semua yang baik sehingga dapat bertukar pikiran dalam rangka menyampaikan ide-ide serta gagasan-gagasan yang membangun.

















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR   …………………………………………………………………..  1
DAFTAR ISI      ………………………………………………………………………….   2
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang  …………………………………………………………………..    3
B.     Rumusan Masalah   ………………………………………………………………   
BAB II PEMBAHASAN
A.    Konsep Good Governance  ……………………………………………………..     4
B.     Sistem Administrasi Negara yang bercirikan Good Governance    ……………       6
BAB III PENUTUP
Kesimpulan    ……………………………………………………………………     10
DAFTAR PUSTAKA




















BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan Negara dan pembangunan dengan mempraktekkan good governance.
Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan Negara. Dalam rangka hal tersebut, diperlunya pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pelayanan administrasi dapat berdaya guna, berhasil guna, bersih, dan bertanggung jawab serta bebas dari KKN.
Di dalam penyelenggaraan administrasi Negara, prinsip-prinsip GOOD GOVERNANCE berupa akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency), keterbukaan (openness), dan aturan hukum (rule of law) dapat diterapkan sehingga menjadikan pelayanan publik oleh lembaga-lembaga Negara terhadap masyarakat tepat pada sasarannya.

B.     Rumusan Masalah
Yang menjadi bahan kajian kami dari kelompok I dalam makalah ini ialah :
1.      Konsep Good Governance
2.      Sistem administrasi Negara yang bercirikan Good Governance










BAB II
PEMBAHASAN

A.    KONSEP GOOD GOVERNANCE
1.      Definisi Good Governance
Good Governance, dalam tinjauan kebahasaan, berarti tata laksana pemerintahan yang baik, cita negara berdasarkan hukum, di mana masyarakatnya merupakan self regulatory society. Kata Governance memiliki unsur kata kerja yaitu governing yang berarti bahwa fungsi oleh pemerintah bersama instansi lain (LSM, swasta dan warga negara) perlu seimbang atau setara dan multi arah (partisipatif). Governance menunjukkan tata pemerintahan, penyelenggaraan negara, atau pengelolaan (management) yang mengisyaratkan bahwa kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah.
Adapun secara terminologis, dalam bahasa dan pemahaman masyarakat termasuk di sebagian elit politik, istilah Good Governance seringkali dipahami secara rancu. Untuk meluruskan pemahaman tersebut, setidaknya ada tiga terminologi yang harus kita pahami dengan baik, yaitu Good Governance (tata pemerintahan yang baik), Good Government (pemerintahan yang baik), dan Clean Government (pemerintahan yang bersih).
Good Governance, menurut Bank Dunia (World Bank) adalah cara kekuasaan digunakan dalam mengelola berbagai sumber daya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat (The way state power is used in managing economic and social resources for development of society). Sedangkan menurut UNDP, Good Governance dimaknai sebagai praktik penerapan kewenangan pengelolaan berbagai urusan penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi, dan administratif di semua tingkatan.
Ada berbagai pemikiran tentang good governance menurut para ahli, diantaranya  Bintoro Tjokroamidjojo mengatakan Good Governance ialah penyelenggaran peerintahan yang amanah. Tata pemerintah yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab (LAN) dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih.


2.      Tiga Pilar Good Governance
Good governance saat ini telah menjadi isu yang sangat penting seperti halnya demokrasi dan hak asasi manusia. Sehingga begitu banyak konsep dan definisi good governance yang ditulis dalam berbagai literatur dengan beragam sudut pandang dan pendekatan. Namun semuanya tetap akan bermuara pada penjelasan tentang bagaimana pemerintah mampu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakatnya.
Berbicara tentang good governance biasanya lebih dekat dengan masalah pengelolaan manajemen pemerintahan dalam membangun kemitraan dengan stake holder (pemangku kepentingan). Oleh karena itu, good governance menjadi sebuah kerangka konseptual tentang bagaimana memperkuat hubungan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam nuansa kesetaraan. Hubungan yang harmonis dalam nuansa kesetaraan merupakan prasyarat yang harus ada. Sebab hubungan yang tidak harmonis antara ketiga pilar tersebut dapat menghambat kelancaran proses pembangunan.
Pelajaran yang dapat diambil dari contoh ini, untuk menjamin agar pemerintah, perusahaan dan masyarakat memiliki hubungan yang setara sesuai kerangka good governance, maka aturan harus ditegakkan (law enforcement), keputusan harus dibuat tidak sembunyi-sembunyi (transparansi) dan alokasi sumber daya alam/keuangan daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik (akuntabilitas).

3.      Prinsip-Prinsip Good Governance
Tata laksana pemerintahan yang baik ini dapat dipahami dengan memberlakukan delapan karakteristik dasarnya yaitu:
1)      Partisipasi aktif
2)      Tegaknya hukum
2)      Transparansi
3)      Responsif
4)      Berorientasi akan musyawarah untuk mendapatkan mufakat
5)      Keadilan dan perlakuan yang sama untuk semua orang.
6)      Efektif dan ekonomis
7)      Dapat dipertanggungjawabkan

Berlakunya karakteristik-karakteristik di atas biasanya menjadi jaminan untuk hal-hal di bawah ini.
         Meminimalkan terjadinya korupsi
         Pandangan minoritas terwakili dan dipertimbangkan
         Pandangan dan pendapat kaum yang paling lemah didengarkan dalam pengambilan keputusan.

Selain itu, salah satu ukuran tercapainya derajat Good Governance adalah tercapainya suatu pengaturan yang dapat diterima oleh sektor publik, sektor swasta dan masyarakat madani dengan indikator sebagai berikut.
a.       Pengaturan dalam sektor publik antara lain menyangkut keseimbangan kekuasaan antara badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pembagian kekuasaan ini juga berlaku antara pemerintah pusat dan daerah.
b.      Sektor swasta mengelola pasar berdasarkan kesepakatan bersama, termasuk mengatur perusahaan dalam negeri besar maupun kecil, perusahaan multinasional, koperasi dan sebagainya.
c.       Masyarakat madani mencapai kesepakatan bersama guna mengatur kelompok-kelompok yang berbeda seperti kelompok agama, kelompok olahraga, kelompok kesenian, dan sebagainya.

B.     SISTEM ADMINISTRASI NEGARA YANG BERCIRIKAN GOOD GOVERNANCE
Dalam system administrasi Negara atau sering disebut dengan Administrasi Publik, dewasa ini Konsep Good Governance telah dipakai juga. Penyelenggaran administrasi Negara yang kurang mencerminkan pelayan prima sehingga diperlukan reformasi administrasi Negara dalam rangka mewujudkan birokrasi yang benar-benar melayani masyarakat dengan pelayanan yang berkwalitas, transparansi, akuntabilitas publik, dan diciptakan pengelolaan pemeritahan yang bersih bebas dari KKN.
Menurut Agus Dwiyono (2006: hal 20) bahwa pelayanan publik selama ini menjadi ranah dimana Negara yang diwakili oleh pemerintah berinteraksi dengan lembaga non pemerintah. Dalam ranah ini telah terjadi pergumulan yang sangat intensif antara pemerintah dengan warganya, baik buruknya governance dalam penyelenggaraan pelayanan publik sangat dirasakan oleh warga masyarakatnya.
Dalam system administrasi Negara, ada bebarapa komponen penting dalam good governance yaitu Pemerintah (governance), rakyat (citizen) atau civil Society dan usahawan (business). Ketiga komponen ini mempunyai tata hubungan yang sama dan sederajat. Bila ketiga komponen ini tidak terjalin hubungan yang baik maka aka nada ketidakseimbangan dalam pelayanan.
Pemerintah melalui Lembaga-lembaga Negara berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat. Lembaga-lembaga Negara ini sebagai subsistem dari system administrasi Negara Indonesia. Sehingga adanya interaksi dengan pihak swasta ataupun masyarakat haruslah terjalin dengan baik.
Dalam wujudnya, good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan Negara yang solid dan bertanggung jawab serta efesien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif diantara ketiga domain : Negara, sector swasta, dan masyarakat (society). Oleh karena itu, good governance meliputi system administrasi Negara, maka upaya mewujudkan good governance juga merupakan upaya melakukan penyempurnaan pada system administrasi Negara yang berlaku pada suatu Negara secara keseluruhan.
Di dalam disiplin atau profesi manajemen publik, konsep Good Governance dipandang sebagai suatu aspek dalam paradigm baru ilmu administrasi publik. Paradigm baru ini menekan pada peranan manejer publik (state) melalui lembaga-lembaga Negara agar memberikan pelayanan yang berkwalitas kepada masyarakat, mendorong meningkatkan otonomi manajerial terutama sekali mengurangi campur tangan control yang dilakukan pemerintah pusat,
Tujuan administrasi Negara sendiri berupaya untuk mewujudkan penyelenggaran Negara yang mampu menyediakan public goods and service yang disebut dengan Governance serta kepemerintahan yang baik (good governance). Selain itu, pelayanan yang baik dari lembaga-lembaga Negara dalam rangka mencapai efektivitas dan efesiensi pelayanan publik.
Di sisi lain, konsepsi Good Governance secara komprehensif terdiri dari 10 prinsip yang ditetapkan secara kontinyu dan konsisten dalam penata-laksanaan sebuah pemerintahan. Maka dapat dikatakan bahwa sebuah sistem administrasi Negara yang good governance bilamana dalam penerapannya berpedoman pada prinsip-prinsip Good Governance.


1.      Partisipasi
Dalam hal ini, warga memiliki hak dan mempergunakannya untuk menyampaikan pendapat dan bersuara dalam proses perumusan kebijakan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.      Penegakkan Hukum
Keberadaan rules of law mewujudkan adanya penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

3.      Transparansi
Demokrasi sebagai sebuah sistem pemerintahan bersandar pada partisipasi populis, konstitusionalisme bersandar pada disclosure dan keterbukaan tentang berbagai persoalan politik. Dalam pengertian ini, konstitusionalisme merupakan prasyarat bagi berhasilnya demokrasi, karena masyarakat tidak dapat berpartisipasi secara rasional dalam pemerintahan kecuali mereka diinformasikan dengan cukup tentang bagaimana cara kerjanya, kecuali jika mereka cukup tahu tentang cara kerjanya. (Al Chaidar, 1419 H: 266).

4.      Kesetaraan
Pemerintah memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Salah satu perkara yang dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, menurut Basri (1998: 225), adalah pengembangan kelembagaan yang menopang peningkatan dinamika perekonomian yang semakin sehat sehingga bisa menekan biaya transaksi. Keberhasilan menekan biaya transaksi akan memperkukuh keunggulan komparatif bangsa.

5.      Daya Tanggap (Responsibilitas)
Responsibilitas suatu pemerintahan menuntut adanya upaya untuk meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintah terhadap aspirasi masyarakat tanpa terkecuali.


6.      Wawasan Ke Depan
Pengelolaan masyarakat hendaknya dimulai dengan visi, misi, dan strategi yang jelas. Dengan ini, pembangunan dan pengembangan kualitas daerah akan berdasarkan visi dan strategi yang jelas dan mengikut-sertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan daerahnya.

7.      Akuntabilitas (Pertanggung-jawaban)
Good Governance akan senantiasa meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.

8.      Pengawasan
Good Governance dari sisi pengawasan (controlling) selalu berusaha untuk meningkatkan daya pengawasan terhadap penyelenggaraan administrasi Negara dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat luas. Artinya, hal ini harus mendorong terlibatnya warga dalam mengontrol kegiatan pemerintah, termasuk parlemen.

9.      Efisiensi dan Efektivitas
Efisiensi dan efektivitas menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab. Indikatornya anatara lain pelayanan mudah, cepat, tepat, dan murah.

10.  Profesionalisme
Profesionalisme menunjukkan adanya upaya peningkatan dalam eksistensi kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, dan tepat dengan biaya yang terjangkau.







BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah kami paparkan sebelumnya, maka dapat kami simpulkan bahwa:
Good governance merupakan tata kelolah pemerintahan yang baik sehingga menghasilkan good government (pemerintahan yang baik) serta Clean Governance (pemerintahan yang bersih.
Menurut kelompok kami, Good governance berarti pengelolaan pemerintah yang mengedepankan publik service yang mampu menghasilkan pemerintahan yang baik serta pemerintahan yang bersih.
Ada tiga komponen utama dalam penyelenggaraan administrasi Negara yang good governance yaitu Pemerintah (lembaga-lembaga Negara), warga Negara/masyarakat serta Pihak Swasta.
Dalam mewujudkan sebuah sistem administrasi yang bercirikan good governance bukanlah hal yang mudah. Namun bilamana adanya itikad yang baik Pemerintah sebagai Pelayan/abdi masyarakat, Masyarakat dan pihak sebagai yang dilayani. Bila ketiga komponen ini berjalan seimbang maka impian kita untuk mewujudkan sistem administrasi Negara yang good governance dapat terwujud.












DAFTAR PUSTAKA

Dr. Sedarmayanti, Dra. M.Pd. 2003. Good Governance (Keperintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah. PT. Mandar Maju. Bandung
H. Surjadi, M.Si. Drs. 2009. Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. PT. Refika Aditama. Bandung.
Miftha Thoha, Prof. Dr. MPA. 2002. Birokrasi Politik di Indonesia. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
http//google.com//

By.